banner gunadarma

Senin, 24 Desember 2012

Bahasa Indonesia 2# : Bagaimana membuat ringkasan yang baik?

Nama   : Yanita Utami
Npm    : 28210595
Kelas   : 3EB15

BAGAIMANA MEMBUAT RINGKASAN YANG BAIK?


Ringkasan merupakan sekumpulan berbagai informasi untuk mempermudah pemahaman. Ringkasan memiliki banyak pengertian, diantaranya ringkasan (Precis yang berarti memotong atau memangkas) adalah suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang dalam bentuk singkat. 

Sedangkan menurut Asmi (2004), Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli, sedangkan perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara proposional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat.

Ringkasan berasal dari bentuk dasar “ringkas” yang berarti singkat, pendek daribentuk yang panjang. Hal ini dipakai untuk mengatakan suatu bentuk karangan panjang yangdihadirkan dalam jumlah singkat. Suatu ringkasan disajikan dalam bentuk yang lebih pendek dari tulisan aslinya dengan berpedoman pada keutuhan topik dan gagasan yang ada di dalamtulisan aslinya yang panjang itu.

Bagi anda yang sudah terbiasa membuat ringkasan / rangkuman, mungkin kaidah yang berlaku dalam menulis ringkasan telah tertanam dalam benaknya. Meskipun demikian, tentu perlu diberikan beberapa patokan sebagai pegangan dalam menyusun ringkasan.

Beberapa pegangan yang digunakan untuk membuat ringkasan dan rangkuman(ikhtisar) yang baik dan benar antara lain:
1. Bacalah bahan pelajaran secara ringkas. Dalam hal ini kita perlu memperoleh gambaran isi materi secara garis besar.

2. Membaca uraian materi secara cermat. Dalam hal ini dituntut untuk mengetahui dan menemukan gagasan utama pada setiap paragraf.

3. Berilah tanda dan catatlah kalimat yang mengandung pokok pikiran dan gagasan utama.

4. Mulailah menyusun ringkasan. Catatan gagasan utama dikembangkan lagi. Keterangan dari gagasan utama tersebut diuraikan dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami.

5. Menyusun ringkasan ke dalam suatu skema.

Adapun bebrapa hal yang perludiperhatikan agar rangkuman (ikhtisar) dan ringkasan dapat ditulis dengan baik, diantaranya:
a)    Dalam menyusun ringkasan, gunakanlah kalimat tunggal. Jika menggunakan kalimat majemuk akan menunjukkan bahwa ada dua gagasan atau lebih yang bersifat paralel.
b)   Ringkaslah kalimat menjadi frase dan frase menjadi kata. Dan jika rangkaian gagasan yang panjang, hendaknya diganti dengan suatu gagasan sentra.
c)    Besarnya rangkuman (ikhtisar) dan ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan
d)   Jika memungkinkan buanglah semua keterangan atau kata sifat yang ada.
e)    Pertahankan semua gagasan asli dan urutan naskahnya tanpa ada hal yang baru atau pikiran penulis yang dimasukkan kedalam ringkasan dan rangkuman (ikhtisar).
f)   Dalam pengungkapan kembali suatu naskah asli menjadi suatu ringkasan, ubahlah sudut pandangnya, agar ringkasan dapat dibedakan dari yang aslinya.
g)   Jika suatu ringkasan ditentukan panjangnya, maka penulis harus memperhatikan panjang ringkasan yang diminta/diringkas.



Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/ringkasan-dan-rangkuman/
http://tentangndha.blogspot.com/2011/04/pengertian-rangkuman-ringkasan.html

Bahasa Indonesia 2# : Perbedaan antara Kontekstual dan Konseptual

Nama   : Yanita Utami
NPM   : 28210595
Kelas   : 3EB15

    PERBEDAAN ANTARA KONTEKSTUAL DAN KONSEPTUAL


  • Kontekstual : terikat oleh ruang, waktu dan kondisi.
Evidensi wujudnya : 1. Data statistik
                               2. Informasi dari ahli
tujuan mencari evidensi adalah supaya teori/argument yang dikemukakan/dituliskan tidak terbantah dan mempunyai dasarnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, yang dimaksud konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna. Menurut Susilo yang dimaksud dengan konteks adalah segenap informasi yang berada disekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada disekitarnya (Preston, 1984:12).

Sarwiji (2008:71) memaparkan bahwa makna kontekstual (contextual meaning; situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi pada waktu ujaran dipakai. Beliau juga berpendapat bahwa makna kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya (2008:72). Dalam buku linguistik umum Chaer mengungkapkan bahwa makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam konteks.  Makna konteks juga dapat berkenaan dengan situasinya yakni tempat, waktu, lingkungan, penggunaan leksem tersebut (1994:290).

Dari beberapa uraian diatas maksud dari makna kontekstual dapat diartikan sebagai makna kata atau leksem yang berada pada suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna, yang dipengaruh oleh situasi, tempat, waktu, lingkungan penggunaan kata tersebut. Artinya, munculnya makna kontekstual bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan. Misalnya, penggunaan makna kontekstual adalah terdapat pada kalimat berikut.

a.       Kaki adik terluka karena menginjak pecahan kaca.
b.      Nenek mencari kayu bakar di kaki gunung.
c.       Pensilku terjepit di kaki meja.
d.      Jempol kakinya bernanah karena luka infeksi.

Penggunaan kata kaki pada kalimat diatas, bila ditilik pada konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (a), kata kaki berarti ‘alat gerak bagian bawah pada tubuh makhluk hidup’. Sedangkan pada kalimat (b), kata kaki disana memiliki arti ‘bagian bawah dari sebuah tempat’. Untuk kalimat (c), kata kaki merupakan ‘bagian bawah dari sebuah benda’. Berbeda dengan kalimat (d), kata kaki disana memiliki makna ‘bagian dari alat gerak bagian bawah makhluk hidup’. Kata kaki pada hakikatnya, mengandung maksud bagian terbawah dari sebuah objek. Tetapi, dalam penggunaa kata tersebut juga harus disesuaikan dengan konteks, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengartian kata kaki.


  • Konseptual : mengandung makna yang tidak lekang oleh waktu, bersifat abadi.
contoh : pidato ilmiah dan skripsi
ragam bahasa yang biasa dipakai adalah ilmiah, dan menggunakan bahasa konseptual.

Makna Konseptual

a. Makna Konseptual
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengunkapkan yang dimaksud dengan konsep adalah rancangan; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Konseptual diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan konsep. Chaer juga menuliskan dalam bukunya makna konseptual yaitu makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun (1994: 293).
Dapat dikatakan pula bahwa, makna konseptual merupakan makna yang ada pada kata yang tidak tergantuk pada konteks kalimat tersebut. Makna konseptual juga disebut dengan makna yang terdapat dalam kamus. Contoh dari makna konseptual adalah kata ‘ibu’ yakni ‘manusia berjenis kelamin perempuan dan telah dewasa’.

Makna konseptual sebuah leksem dapat saja berubah atau bergeser setelah ditambah atau dikurangi unsurnya (Sarwiji, 2008:73). Contohnya pada kata atau leksem demokrasi. Leksem tersebut dapat diperluas unsurnya menjadi demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila, maka makna konseptual tersebut akan berubah.

b. Makna Konseptual Sama Dengan Makna Denotatif
Sarwiji (2008:73) juga menggambarkan bahwa makna konseptual bisa disebut makna denotatif, yaitu makna kata yang masih merujuk pada acuan dasarnya sesuai dengan konvensi bersama. Makna denotatif sendiri merupakan makna yang lugas, dasar dan apa adanya. Chaer mengartikan makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif mengacu makna asli atau makna sebenarnya dari sebuah kata atau leksem (1994: 292).

Jadi, makna denotatif adalah makna yang terkandung dalam sebuah kata atau leksem yang diartikan secara lugas, polos, asli, apa adanya, sebenarnya dan masih mengacu pada satu sumber atau konvensi bersama. Dengan begitu makna denotatif merupakan makna dasar. Lawan makna denotatif adalah makna konotatif, yang lebih mengandung nilai rasa emotif dalam penggunaannya.

Contoh makna denotatif sebenarnya sama dengan makna konseptual tadi. Namun, untuk lebih jelasnya yang termasuk contoh makna denotatif adalah ‘bunga’ diartikan sebagai ‘bagian tumbuhan yang digunakan sebagai alat reproduksi atau berkembang biak’.

c. Makna Konseptual Sama Dengan Makna Referensial
Makna konseptual sama dengan makna denotatif dan referensial. Sedangkan makna denotatif sama artinya dengan makna konseptual.

Makna refensial adalah makna sebuah kata atau leksem kalau ada refernsnya, atau acuannya. Jadi, sebuah kata atau leksem dikatakan bermakna referensial jika ada referensnya atau acuannya (Dwi, 2008). Referens merupakan unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa. Setaningyan mencontohkan kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.

Referensi menunjuk hubungan antara elemen-elemen linguistik dan dunia pengalaman di luar bahasa (Sarwiji, 2008:75). Sehingga harus ada acuannya di dalam dunia nyata ini. Contoh dari makna referensial ini sama dengan makna konseptual dan makna denotatif, karena artinya pun sama, yaitu pada kata ‘pensil’ yang berarti ‘alat yang digunakan untuk menulis dan dapat dihapus dengan karet penghapus’.

d. Makna Konseptual Sama Dengan Makna Leksikal
Makna Konseptual sama artinya dengan makna denotatif. Makna Denotatif adalah makna asli atau sebenarnya yang dimiliki sebuah kata, sehingga makna denotatif sama dengan makna leksikal (Rini Eka, 2008). Makna leksikal adalah makna leksem atau kata yang diartikan ketika tidak dipengaruhi konteks atau saat leksem tersebut berdiri sendiri.

Makna leksikal merupakan kata yang bersifat dasar, hubungan gramatika dan belum mengalami konotasi yang mengacu pada sebuah lambang kebahasaan. Makna leksikal adalah makna yang bersifat lugas dan merupakan makna yang sebenar-benarnya. Dalam makna ini, sebuah kata masih murni dan belum menyiratkan makna-makna lain. Makna leksikal juga lebih dikenal dengan makna yang berada dalam kamus dan mengacu pada makna yang disepakati bersama.

Sama halnya dengan makna-makna sebelumnya yaitu, makna konseptual, makna denotatif, dan makna leksikal, makna leksikal memiliki contoh kata yang berdiri sendiri. Contoh tersebut adalah ‘buaya’ yang berarti ‘binatang melata karnivora purba yang hidup di air dan memiliki sisik tajam’. Arti kata itu berlaku pada kalimat berikut ‘Adik melihat penangkapan buaya di pinggir sungai’. Tidak berlaku pada kalimat berikut ‘Lelaki itu terkenal dengan sebutan lelaki buaya dikalangan wanita”. Pada kalimat kedua, kata buaya bukan lagi sebagai makna leksikal, konseptual, denotatif maupun makna referensial.

Dari beberapa uraian diatas mengandung maksud bahwa makna konseptual adalah makna yang sebenarnya, asli, polos, lugas, tidak tergantung pada konteks, masih merujuk pada acuan dasar sebuah kata. Makna konseptual secara gampang dijelaskan sebagai makna yang ada didalam kamus. Makna konseptual juga berarti makna denotatif, makna referensial, dan makna leksikal.

Sumber :
http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/10/12/
Dosen Sofiati Hasna

Jumat, 07 Desember 2012

Soft Skill Bahasa Indonesia 2# : Jokowi, Euforia Masyarakat Jakarta Menyambut Gubernur Baru

Nama : Yanita Utami
Kelas  : 3EB15
NPM  : 28210595

Jokowi, Euforia Masyarakat Jakarta Menyambut Gubernur Baru


Masih kita bisa rasakan dan kita ingat bagaimana euforia masyarakat Jakarta dalam menyambut gubernur baru, yaitu Jokowi (Joko Widodo). Selepas dari habisnya masa jabatan gubernur sebelumnya Fauzi Bowo, masyarakat Jakarta dihadapkan kepada pemilihan Gubernur DKI Jakarta selanjutnya. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta ini diikuti oleh 6 pasang kandidat cagub dan cawagub dimana Gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo, ikut mencalonkan diri kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan salah satu kandidat lainnya yaitu Joko Widodo  beserta pasangannya Basuki Thahaja Purnama (Ahok). Fokus dari awal pelaksanaan pemilihan gubernur DKI Jakarta ini ditujukan kepada kedua kandidat Fauzi Bowo dan Jokowi. Dimana mayoritas masyarakat Jakarta memilih kedua kandidat ini. Ini dibuktikan oleh lolosnya kedua kandidat tersebut, dimana hasil hitung cepat (quick count) Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan Foke-Nara (34.42%) dan Jokowi-Ahok (42.85%).

Pemilihan putaran kedua pun diadakan pada tanggal 20 September 2012 untuk menentukan mana dari kedua kandidat terkuat tersebut yang terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Dengan keluarnya hasil hitung cepat (quick count) yang menyatakan Jokowi-Ahok meraih suara sebesar 54%-56% mengalahkan kandidat Foke-Nara yang meraih suara berkisar 44%-46%, maka dengan diraihlah hasil dari pilihan masyarakat bahwa Jokowi-Ahok terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Selama rentang waktu kampanye yang diadakan oleh semua kandidat, dapat kita lihat euforia dari masyarakat terhadap cagub dan cawagub Jokowi-Ahok begitu besar. Begitupula setelah terpilihnya Jokowi-Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang sah.

Pelantikan Joko Widodo (Jokowi) - Basuki Thahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2012. Berbagai bentuk penampilan diatraksikan warga Jakarta dalam menyambut Gubernur dan Wakil Gubernur baru DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama.

Warga yang memadati Jalan Kebon sirih datang dengan keunikannya masing-masing. Ada yang menggunakan baju kotak-kotak, baju batik, baju merah, serta atribut-atribut lain yang bertuliskan ucapan selamat dan dukungan kepada gubernur dan wakil gubernur baru. Euforia kebahagiaan warga Jakarta mengalahkan panasnya cuaca di sekitar gedung DPRD DKI Jakarta pada waktu itu.

Selain itu, beberapa warga dari Masyarakat Pencinta Delman berkonvoi dengan menggunakan 12 delman di Jalan Kebon Sirih. Mereka memasang spanduk ucapan selamat atas terpilihnya Jokowi-Basuki sebagai pemimpin warga Jakarta..

Pantauan Kompas.com, walaupun tidak ada layar lebar untuk memantau jalannya proses pelantikan di ruang paripurna gedung DPRD DKI Jakarta, jumlah massa semakin bertambah. Mereka mendengarkan orasi-orasi yang berisi dukungan dan harapan agar Jokowi-Basuki dapat menjadi pemimpin yang melayani.

"Kita sudah tiba pada saat dimana muncul pemimpin pro rakyat,... Kami berharap bapak berdua tampil beda, melayani bukan malah memeras rakyat seperti para koruptor," teriak seorang orator yang berorasi depan Gedung DPRD Jakarta, 15/10/12.

 
Sampai hari ini pun, masyarakat DKI Jakarta tetap mengikuti perkembangan Jokowi-Ahok dalam mengatur dan memerintah DKI Jakarta. Ini bukti bahwa masyarakat Jakarta peduli dan mengikuti kinerja Gubernur-Wakil Gubernur yang mereka pilih.

Setelah menikmati segala euforia ini, kini saatnya masyarakat menanti realisasi dari program-program cerdas Jokowi. Beberapa masalah utama yang harus segera diselesaikan antara lain: banjir, kemacetan, tingkat urbanisasi yang besar, pemukiman kumuh, kriminalitas serta angka penggangguran yang tinggi.

Dapatkah Jokowi dan Basuki menyelesaikan masalah tersebut sendirian? Tentu saja tidak mungkin. Permasalahan ibukota yang sangat kompleks tersebut membutuhkan kerjasama dari semua pihak. Tidak hanya Jokowi-Ahok. Bukan hanya PDIP dan Gerindra. Tapi seluruh elemen masyarakat serta pemerintah DKI, harus bersinergi dan bersatu.

Semoga dengan terpilihnya Jokowi, Jakarta dapat menjadi lebih baik. Jakarta memang bukan Solo, tapi dengan semua program cemerlang yang dikampanyekan oleh Jokowi-Ahok serta kerjasama dari berbagai pihak, niscaya cita-cita Jakarta yang lebih aman, nyaman, ramah dan sejahtera dapat terwujud.

Sumber : 
http://megapolitan.kompas.com/read/2012/10/15/11451965/Konvoi.Delman.di.Pelantikan.Jokowi-Basuki
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012
http://mjeducation.co/jokowi-harapan-baru-jakarta-4/

Softskill Bahasa Indonesia 2# : Sistematika Menulis yang Ilmiah tetapi Ringan

Nama : Yanita Utami
Kelas  : 3EB15
NPM  : 28210595
Sistematika Menulis yang Ilmiah tetapi Ringan
   
     Sesuai dengan judulnya, Sistematika Menulis yang Ilmiah tetapi Ringan. Disini kita akan membahas bagaimana membuat tulisan yang walaupun bukan bersifat ilmiah tetapi tata letak dan sistematikanya ilmiah. Dalam membuat sebuah tulisan apapun jenisnya, secara ilmiah sebuah tulisan tersebut memiliki struktur atau sistematika. Berikut sistematika penulisan yang ilmiah.
     Dalam seni tulis menulis, penulisan memiliki 3 (tiga) struktur yang umum diketahui dan digunakan dalam penulisan bersifat apapun. Yaitu :
  1. Pendahuluan / Permasalahan 
  2. Isi
  3. Penutup
   Pertama, Pendahuluan / Permasalahan. Di setiap penulisan, tentunya kita sebagai penulis akan memaparkan pendahuluan/permasalahan alasan mengapa kita menulis suatu tulisan atau karya. Di bagian ini kita dapat menjelaskan tujuan kita membuat suatu tulisan dan alasan mengapa kita mengangkat topik sehingga terciptanya suatu tulisan tersebut.
     Kedua, Isi. Di bagian ini, kita menulis isi atau pokok yang ingin kita sampaikan atau kita tulis serta menyertakan bukti-bukti atau evidence agar menguatkan tulisan kita. Dalam menulis, tidak hanya sekedar menulis apa yang ingin penulis tulis, tetapi dengan menyertakan evidence (bukti) sebuah karya atau tulisan dapat berdiri kokoh tanpa ada yang meragukan kebenaran dari tulisan tersebut.
      Ketiga, Penutup. Pada bagian ini kita dapat menyertakan Simpulan, Saran, dan Rekomendasi dari Isi yang kita paparkan atau kita tulis. Contoh Rekomendasi : Tulisan ini tidak sempurna, oleh karena itu diharapkan pada para pembaca untuk menyampaikan hal-hal yang berbau masukan terhadap tulisan ini.
      Jadi, dalam menulis apapun jenisnya, kita bisa tetap menulis dengan ilmiah tetapi ringan asalkan kita tahu struktur-struktur umum penulisannya.

Sumber : Dosen Sofiati Hasna, My Self

Rabu, 03 Oktober 2012

Bahasa sebagai lambang negara

Yanita Utami
28210595

BAHASA SEBAGAI LAMBANG NEGARA




Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.

Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.


Bahasa Indonesia dikenal secara luas sejak “Soempah Pemuda”, 28 Oktober 1928, yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Seperti yang kita ketahui, bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum dalam :
  1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
  2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:
  1. Bahasa kebangsaan (nasional), kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
  2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

· Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya bahasa, dan (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1975:5). Beriringan dengan pesatnya perkembangan bahasa Indonesia sebagai lambang identitas nasional, teraktualisasikan pula perkembangan bahasa daerah sebagai lambang identitas daerah yang keberadaannya diakui di dalam UUD 1945 yang secara bersamaan dengan bahasa Indonesia menghadapi arus globalisasi. Identitas bangsa sosok yang menunjukkan bahwa dia adalah Indonesia, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa, berwujud dalam dua kenyataan, yakni bahasa Indonesia yang menampakkan diri sebagai identitas fonik dan merah putih serta Garuda Pancasila sebagai wujud fisik.

· Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Secara resmi adanya bahasa Indonesia dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928. Ini tidak berarti sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak
langsung dari bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu bahasa
Melayu masih juga digunakan dalam lapangan atau ranah pemakaian yang berbeda.
Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua oleh pemerintah jajahan
Hindia Belanda, sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi pemerintahan
tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan Indonesia dan yang
menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada saat itu terjadi dualisme
pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan
jiwa nasional.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mulai dikenal sejak 17 Agustus 1945 ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional atau lambang kebangsaan. Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai social budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesisa menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan pegangnan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia dipelihara dan dikembangkan oleh bangsa Indonesia. Rasa kebangggan menggunakan bahasa Indonesia ini pun terus dibina dan dijaga oleh bangsa Indonesia. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia di junjung tinggi di samping bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional bangsa Indonesia, Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri sehingga serasi dengan lambang kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya sendiri apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah/kata dari bahasa Inggris yang sering sering diadopsi, padahal istilah kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.




Sumber:
http://adhika-rmd.blogspot.com/2011/10/bahasa-indonesia-sebagai-bahasa.html