Nama : Yanita Utami
NPM : 28210595
SEJARAH KOPERASI
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark, Skotlandia. Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King (1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1 mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya. Di Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang sama dengan koperasi buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitch. Di Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan koperasi pertanian.
Gerakan Koperasi di Indonesia
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Dia mendirikan koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. Koperasi tersebut lalu berkembang pesat dan akhirnya ditiru oleh Boedi Oetomo dan SDI.
Belanda yang khawatir koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, mengeluarkan UU no. 431 tahun 19 yang isinya yaitu :
1. Harus membayar minimal 50 gulden untuk mendirikan koperasi
2. Sistem usaha harus menyerupai sistem di Eropa
3. Harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral
4. Proposal pengajuan harus berbahasa Belanda
Hal ini menyebabkan koperasi yang ada saat itu berjatuhan karena tidak mendapatkan izin Koperasi dari Belanda. Namun setelah para tokoh Indonesia mengajukan protes, Belanda akhirnya mengeluarkan UU no. 91 pada tahun 1927, yang isinya lebih ringan dari UU no. 431 seperti :
1. Hanya membayar 3 gulden untuk materai
2. Bisa menggunakan bahasa daerah
3. Hukum dagang sesuai daerah masing-masing
4. Perizinan bisa didaerah setempat
Koperasi menjamur kembali hingga pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan Koperasi Kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem
kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja
Patih R.Aria Wiria Atmaja di
Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen
Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah
Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi
Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah
Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung
desa yang menganjurkan para
petani menyimpan pada pada musim
panen dan memberikan pertolongan pinjaman
padi pada musim
paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi
Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa ,
rumah gadai dan
Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (
BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun
1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi
kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat
Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal
12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di
Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki cantolan konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa : Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah Koperasi.
Tafsiran itu sering pula dikemukakan oleh Mohammad Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi tersebut juga dikatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.
Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way, atau jalan ketig. Istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai jalan tengah antara kapitalisme dan sosialisme.
Koperasi diperkenalkan di Indonesia oleh R. Aria Wiriatmadja di Purwokerto, Jawa Tengah pada tahun 1896. Ia mendirikan Koperasi kredit dengan tujuan membantu rakyatnya yang terjerat hutang dengan rentenir. R. Aria Wiriatmadja atau Tirto Adisuryo, yang kemudian dibantu pengembangannya oleh pejabat Belanda dan akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Seorang pejabat pemerintah Belanda, yang kemudian menjadi sarjana ekonomi. Booke, juga menaruh perhatian terhadap Koperasi. Atas dasar tesisnya tentang dualisme sosial budaya masyarakat Indonesia antara sektor modern dan sektor tradisional, ia berkesimpulan bahwa sistem usaha Koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan-badan usaha kapitalis. Pandangan ini agaknya disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda sehingga pemerintah kolonial itu mengadopsi kebijakan pembinaan Koperasi. Meski Koperasi tersebut berkembang pesat hingga tahun 1933-an, pemerintah Kolonial Belanda khawatir Koperasi akan dijadikan tempat pusat perlawanan, namun Koperasi menjamur kembali hingga pada masa pendudukan Jepang dan kemerdekaan.
Pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.Bung Hatta meneruskan tradisi pemikiran ekonomi sebelumnya. Ketertarikannya kepada sistem Koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan Koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang Koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara Koperasi sosial yang berdasarkan asas gotong royong, dengan Koperasi ekonomi yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif.
Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota Koperasi. Setelah merasakan manfaat berhubungan dengan Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.
Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi.
Pertama, adalah Koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang di pasar oleh masyarakat sendiri tanpa bantuan pemerintah.
Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah.
Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian. Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal.
Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan Koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil. Menurut Bung Hatta, tujuan Koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder. Contohnya adalah industri tekstil yang dibangun oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia) dan berbagai Koperasi batik primer.Karena kedudukannya yang cukup kuat dalam konstitusi, maka tidak sebuah pemerintahpun berani meninggalkan kebijakan dan program pembinaan Koperasi. Semua partai politik, dari dulu hingga kini, dari Masyumi hingga PKI, mencantumkan Koperasi sebagai program utama. Hanya saja kantor menteri negara dan departemen Koperasi baru lahir di masa Orde Baru pada akhir dasarwarsa 1970-an. Karena itu, gagasan sekarang untuk menghapuskan departemen Koperasi dan pembinaan usaha kecil dan menengah, bukan hal yang mengejutkan, karena sebelum Orde Baru tidak dikenal kantor menteri negara atau departemen Koperasi. Bahkan, kabinet-kabinet yang dipimpin oleh Bung Hatta sendiri pun tidak ada departemen atau menteri negara yang khusus membina Koperasi.
Pasang-surut Koperasi di Indonesia
Koperasi di Indonesia dalam perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN.
Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat?
Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah habitat alamnya di Indonesia?
Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan. Padahal, upaya pemerintah untuk memberdayakan Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga paket program dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yang menangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun, kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis 'pupuk bawang', pelaku bisnis tak profesional.
Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian.
Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah badan usaha, juga perkumpulan orang termasuk yang berwatak sosial. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni "organisasi sosial yang berbisnis" atau "lembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial"
Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya. Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian embel-embel. Hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional.
Para pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis. Koperasi yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah 52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan di tahun 2007 ini terdapat -------- Koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta dan BUMN. Karena itu, tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP (gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah akibat frame of mind yang salah.
Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial
sumber :
-
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
- http://syadiashare.com/pengertian-sejarah-lambang-gerakan-koperasi.html
- http://uchup123.blogspot.com/2010/11/sejarah-koperasi-indonesia.html
- http://purwakartakab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&catid=49:koperasi&id=99:sejarah-koperasi&Itemid=30